Senin, 01 September 2008

Kehebatan Hong Djien, Bisa Kalahkan Singapura

Sudah lama saya mengagumi Oei Hong Djien, tapi baru ketika berada di Jogja pekan lalu saya sempat berkunjung ke rumahnya di Magelang. Untung teman-teman pengusaha besar dari Jakarta mengajak saya ke sana.
Saya jadi punya kesempatan ikut menikmati koleksi lukisan Oei Hong Djien yang tidak pernah diakui pasti berapa jumlahnya. Hong Djien pasti punya data tepatnya. Dia kan pengusaha tembakau yang sukses. Juga ahli tembakau yang dipercaya perusahaan rokok sebesar Djarum, Kudus. Pasti dia disiplin mengentri data lukisan koleksinya: berapa jumlahnya, apa saja jenisnya, di mana saja mendapatkannya, berapa harga belinya dulu, bagaimana riwayat di balik lukisan-lukisan itu, bagaimana cerita si pelukisnya masing-masing dan seterusnya.
Tapi Hong Djien tidak pernah mempublikasikan jumlah lukisan sebenarnya. Ini khas seorang pengusaha yang sering merahasiakan angka-angka. Juga khas seniman yang kelihatan tidak peduli dengan angka-angka. Hong Djien adalah gabungan dua sosok yang semuanya sukses: pengusaha sukses dan kolektor lukisan sukses. Maka jangan tanya angka padanya.
Meski Hong Djien merahasiakan angka koleksinya, kesan yang muncul bukan kepelitannya. Justru kerendahhatiannya. “Nggak banyaklah…” begitu selalu kata-katanya.
1.500 buah? “Nggaaak laaah…,” sahutnya sambil tertawa lepas terbahak-bahak.
5.000 buah? “Ngaaak laaah…,” katanya yang nyaris ditelan ketawanya. 10.000 lukisan? “Enggaaak…enggaaakk,” tawanya lebih panjang lagi.
Maka berapa sebenarnya jumlah lukisan Hong Djien jadi misteri. Bahkan misteri besar. Sebuah misteri, semakin besar, semakin mengagumkan. Juga semakin membuat penasaran. Tebak-menebak lantas menjadi mitos. Mitos menjadi kharisma. Hong Djien kemudian memang punya kharisma besar dalam dunia seni lukis. Hong Djien sudah sampai pada sosok yang bisa menentukan perjalanan seni lukis Indonesia. Hong Djien sudah bisa menjadi pembentuk harga. Sebagaimana dia juga sudah bisa jadi pembentuk rasa rokok Djarum yang istimewa itu.
“Anda tahu nggak,” kata Melinda Tedja, pengusaha properti raksasa itu kepada saya, “nilai koleksi Hong Djien ini sudah mencapai Rp 5 triliun lebih.”
Melinda memang cepat dalam berhitung. Bukan hanya menghitung harga rumah, tapi juga harga lukisan. Maklum, suaminya, Alex Tedja, belakangan juga lagi gila lukisan. Alex yang pendiam itu kelihatan paling asyik saat menyaksikan lukisan-lukisan koleksi Hong Djien ini. Rumahnya yang luasnya 1 ha di Pondok Indah Jakarta itu kini juga penuh lukisan. Melinda tahu berapa Alex membeli lukisan-lukisan itu sehingga bisa menebak berapa nilai lukisan yang ada di rumah Hong Djien.
Alex juga sering ke luar negeri untuk memburu sebuah lukisan. Bahkan kalau lagi ke Beijing, dia bisa satu minggu berada di sanggar lukis untuk ngobrol dengan pelukisnya,” ujar Melinda.
Benarkah nilai lukisan Hong Djien sudah mencapai Rp 5 triliun? Sebagaimana juga angka jumlah lukisannya, angka rupiah ini pun hanya dia reaksi dengan tertawanya yang ngakak. Kenapa ketawa terus? “Hidup itu harus tertawa. Jadinya sehat. Ketawa adalah obat terbaik,” katanya. “Semakin keras dan semakin lepas ketawa seseorang, semakin sehat dia,” tambahnya.
Meski kekayaannya begitu besar, tapi sosok Hong Djien memang sederhana. Dia sama sekali tidak kelihatan kaya. Bajunya kaus. Sepatunya sandal. Tapi semangatnya memang meluap-luap. Saat mengajak keliling tamu-tamunya, Hong Djien menjelaskannya secara berapi-api. Siapa pelukis itu, bagaimana kehidupan pribadi pelukis tersebut dan dari mana dia memperoleh lukisan itu. “Yang ini saya peroleh dari Rio de Janeiro,” katanya menceritakan beberapa lukisannya.
Hong Djien mengaku sulit untuk bersaing harga lukisan dengan orang kaya. Karena itu setiap diminta sebagai penasehat orang kaya yang akan membeli lukisan Hong Djien selalu mengajukan syarat. “Kalau saya menyenangi lukisan sebuah yang dilihat, si pembeli harus mengalah,” katanya sambil tertawa.
Hong Djien selalu bangga dengan satu persatu lukisan koleksinya. Yang satu dibanggakan karena cara mendapatkannya. Satunya dibanggakan karena kehebatan pelukisnya. Yang lain dibanggakan karena misteri yang ada di dalam lukisan itu. Tapi juga ada yang dibanggakan karena dia “sebagai orang yang tidak kaya” bisa mengalahkan orang kaya. “Pak Ciputra sangat tergila-gila dengan lukisan ini,” ujar Hong Djien mengenai koleksi Hendra-nya. “Saya mampu memilikinya. Dia tidak. Saya bisa mengalahkan orang kaya kan?’ katanya sambil tertawanya meledak.
“Singapur kepingin sekali memiliki lukisan ini. Tapi tidak bisa. Saya bisa. Saya bisa mengalahkan Singapur kan?,” tambah lagi dengan tawa berderai-derai.
Hong Djien memang tidak pernah menjual lukisannya. Berapa miliar pun ditawar. Hong Djien rupanya bersikukuh sebagai pedagang tembakau. Bukan pedagang lukisan.
Gelar dokter saja tidak dia manfaatkan untuk mendapatkan uang. Padahal dia dokter spesialis orthopedi lulusan Belanda. Kelihatannya Hong Djien memang tidak perlu mengumpulkan banyak uang. Karena uangnya memang sudah banyak. Dan Hong Djien kelihatannya orang yang sangat pandai dalam melihat dan memanfaatkan uang untuk kebahagiaannya. Kebahagiaannya di lukisan. Dan uangnya untuk lukisan. Apalagi yang masih kurang?
Oh, ada. Umur panjang. Orang sehebat dia harus berumur panjang. Tahun ini, bulan April tanggal 12 yang lalu, dia berulang tahun ke-69. Angka 69 rupanya dianggap keramat. Bahkan dianggap seksi. Karena itu peringatan ulang tahunnya itu diberi judul “69 nan seksi”. Pesta itu diadakan para seniman Jogja. Sebanyak 69 artis merayakannya dengan lukisan. Hong Djien memang sudah jadi god father para seniman Jogja –yang membuat iri seniman lain di seluruh Indonesia.
Untuk umur panjang itulah sejak lima tahun lalu Hong Djien bikin revolusi jiwa: belajar dansa! Kian hari kian menyukainya. Lalu mencanduinya. Lalu menjadi nafasnya. Kini, sehari dia bisa dansa empat kali. Dia mengajak teman-temannya datang ke rumahnya. Isteri Hong Djien memang sudah meninggal dunia 10 tahun yang lalu. Sang isteri menderita kanker. Hong Djien sudah berusaha mengobatkannya sampai ke Jerman. Di Jerman itulah sang isteri harus berpisah. Hong Djien amat bersedih. Dia sangat mencintai isterinya.
Saat jenazahnya kembali ke Magelang, Hong Djien minta pelukis terkemuka Widayat untuk melukisi peti mati isterinya. Jadilah peti mati itu penuh dengan lukisan yang berbeda di tiap sisinya. Indah sekali. Barulah Hong Djien rela melepaskan kepergian isterinya.
Oei Hong Djien –yang kemdian dikenal dengan singkatan populer OHD—hidup menduda sampai sekarang. Rumahnya meski menghadap ke Jalan Diponegoro, Magelang, tapi terasnya menghadap ke gunung Sumbing yang menjulang tinggi di belakang sana. Di teras belakang yang luas inilah Hong Djien menerima tamu-tamunya. Termasuk kru TV-7 yang hari itu meliput museumnya di bagian belakang kanan dan belakang kiri rumahnya.
Di teras yang luas itu pula Hong Djien berdansa. Berjam-jam. Kalau pun Hong Djien lagi ke luar kota, di luar kota itu pun dia cari-cari waktu untuk bisa berdansa.Suatu saat bos besar Djarum meneleponnya, tapi telepon tidak diangkat. Rupanya ada urusan sangat penting. Bos besar itu terus-menerus meneleponnya. Sampai empat jam. “Ke mana saja?,” tanya si bos besar, empat jam kemudian. “Lagi dansa!,” jawab Hong Djien sambil tertawa lepas.
Saya, katanya, kalau sudah dansa, urusan sepenting apa pun tidak peduli.
Menyenangi dansa apa? “Apa saja. Mulai ballroom sampai latino,” katanya.Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.00. Kami semua sudah harus meninggalkan rumah Hong Djien. Bukan karena sudah puas. Tapi karena teman-teman dansa Hong Djien sudah pada tiba. Jam 12.00, bagi umumnya orang adalah jam makan siang. Bagi OHD, adalah jam dansa.

4 komentar:

ang ming lin mengatakan...

maaf Pak Dahlan saya anak buah Pak Hong Djien sejak th 1980, saya dari X napi 365 hingga saat ini saya jadi masyarakat yang netral,dan bisa membantu pengobatan dan berdagang berkat asuhan DR Hong Djien nilainya koleksi lukisan Pak Hong Djien sudah tidak bisa di hitung,saat ini.!!

ang ming lin mengatakan...

kekayaan yang di miliki Pak Dr Hong Djien bukan hanya harta yang tidak bisa di ukur saja,tapi kemanusiaan yang luhur dan bijaksana yang sangat berduli dengan lingkungan ,sulit di nilai dengan harta...!!

Anonim mengatakan...

Mantap....

Unknown mengatakan...

Sangat menginspirasii!!!